METODE PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
METODE PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari- hari dalam dunia perkuliahan terkadang kita
mendengar yang namanya psikologi , yang mana dalam psikologi kita akan tahu
kondisi peserta didik yang terkadang sudah bosan dan malas dengan pendidiknya
ketika dalam proses belajar mengajar.
Menurut Monks perkembangan psikologis
merupakan suatu proses yang dinamis. Dalam proses tersebut sifat individu dan
sifat lingkungan menentukan tingkah laku apa yang akan menjadi aktual dan
terwujud. Umur kalender disini bukan merupakan suatu variabel yang bebas,
melainkan merupakan suatu dimensi waktu untuk mengatur bahan- bahan ( data )
yang ada.
Dalam
makalah singkat ini akan dibahas sedikit tentang psikologi
perkembangan , akan tetapi yang kami hanya membahas tentang
metode psikologi
perkembangan.
BAB
II
METODE
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Beberapa metode dimaksudkan untuk memberikan lebih
banyak pengertian akan gejala perkembangan , beberapa metode lain memberikan
pengertian bagaimana caranya mengatasi hambatan dalam proses perkembangan.Dalam
metode psikologi perkembangan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Pendekatan yang umum
Pendekatan yang umum dibagi menjadi dua kelompok,
yakni :
1.1 Metode Longitudinal vs. Transversal
Yang
disebut metode longitudinal adalah cara menyelidiki anak dalam jangka waktu
yang lama , misalnya mengikuti perkembangan seseorang dari lahir sampai mati ,
atau mengikuti perkembangan seseorang dalam sebagian waktu hidup , yaitu
misalnya selama masa kanak –kanak atau selama masa remaja. Dengan metode ini
biasanya diteliti beberapa aspek tingkah laku pada satu atau dua orang yang
sama dalam waktu beberapa tahun. Dengan begitu akan diperoleh gambaran aspek
perkembangan secara menyeluruh.
· Keuntungan metode longitudinal adalah : Bahwa suatu
proses perkembangan dapat diikuti dengan teliti.
· Kerugian metode longitudinal ialah : Bahwa penyelidik
sangat tergantung pada orang yang
diselidiki tersebut dalam jangka waktu yang cukup. Hal ini sering
menimbulkan kesulitan , misalnya bila orang yang diselidiki tadi tiba- tiba
pindah tempat atau meninggal.
Metode
transversal atau metode kros- seksional diselidiki orang –orang atau kelompok
orang dari tingkatan usia yang berbeda – beda, karena dengan metode ini dapat
diperbandingkan , misalnya : meneliti orang dari status masyarakat
yang berbeda- beda.
Metode
lain yang disebut time- lag membandingkan orang- orang dari usia yang
sama tetapi dari kohort yang berbeda- beda ( kohort = kelompok
orang yang lahir dalam tahun yang sama). Wheeler ( 1942 ) menemukan bahwa anak-
anak dari usia dan daerah yang sama lebih tinggi skor tingkah laku
kecerdasannya pada tahun 1940 daripada pada tahun 1930.
Dapat diadakan kombinasi metode
longitudinal fdan kros-seksional dengan meneliti beberapa kelompok selama
beberapa tahun. Misalnya selama tiga tahun, tetapi diusahakan sedemikian rupa
sehingga usia kelompok satu dengan yang lainnya saling menutupi. Misalnya
kelompok yang satu terdiri dari anak umur 12, 13, dan 14 tahun, kelompok yang
lain umur 14, 15, dan 16 tahun. Sifat longitudinalnya ada dalam mengikuti
kelompok yang tadi selama tiga tahun berturut- turut , sedangkan
kros-seksionalnya dapat dilakukan dengan membandingkan usia 14 tahun yang
saling menutupi tadi mengenai beberapa tingkahlaku tertentu.
Di Nijmegen , Nederland pernah
diadakan penelitian mengenai perkembangan anak dengan memakai metode kombinasi
itu.( lihat Wels van den Munckhof , 1974; Prahl – Andersen B . dkk. 1979 )
1.2 Pendekatan Lintas – Budaya
Benedict (1934 ) , Kardiner ( 1945
) dan Mead ( 1958 ) dapat menunjukkan bahwa penghayatan kemasakan seksual dalam
masa remaja sangat dipengaruhi oleh perlakuan dan norma yang ada dalam suatu
kebudayaan tertentu. Hal tersebut menyebabkan timbulnya berbagai penelitian
untuk membandingkan orang- orang dari usia yang sama tetapi hidup dalam alam
budaya yang berbeda- beda. Dengan demikian dapat diperoleh pengertian yang
lebih baik mengenai berbagai macam aspek dalam perkembangan kepribadian
seseorang.
Misalnya Piaget (1937) beranggapan
bahwa perkembangan intelegensi dimulai dengan suatu “ stadium egosentris
“. Dalam stadium tersebut anak belum dapat membedakan antara dirinya dengan
dunia luar. Perkembangan intelegensi dapat menyebabkan datangnya pengertian
akan perbedaan itu. Bruner ( 1972) dapat menunjukkan bahwa anak Senegal tidak
mengalami perkembangan semacam itu. Begitu pula Reich mengemukakan bahwa pada
orang Eskimo sama sekali tidak ada pembedaan antara individu dan dunia luar.
Bila penemuan Bruner dan Reich itu benar, maka ada kemungkinan perkembangan
cara berpikir yang egosentris ke cara berpikir yang obyektif lebih
menonjol atau lebih cepat terjadi pada anak di Barat.
Pendekatan lintas budaya ( kros-
kultural ) ini memberikan pengertian yang lebih mendalam akan proses
perkembangan seseorang . Di Barat banyak diadakan penelitian banding antara
anak- anak yang berasal dari suku bangsa yang berbeda- beda tetapi hidup dalam
masyarakat yang sama, misalnya membandingkan anak kulit putih dengan anak negro
di Amerika. Perbedaan alam budaya atau perbedaan kultural semacam itu kadang-
kadang dimengerti sebagai perbedaan sub- kultural, yaitu perbedaan yang
terdapat dalam kelompokyang berbeda –beda yang hidup dalam masyarakat yang
sama.
Di Amerika, orang negro tergolong kelas sosial ekonomi
yang rendah, ciri perkembangan orang yang tidak berpendidikan dan ciri anak
yang hidup dibagian kota yang miskin ( slums).Namun penemuan ini masih
terbuka untuk dikaji lebih lanjut.
Jensen ( 1969 ) dapat menunjukkan
bahwa orang negro memperoleh skor beberapa angka lbih rendah daripada orang
kulit putih dalam beberapa tes intelegensi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
orang negro lebih kurang cerdas daripada orang kulit putih.
Penelitian tersebut dilakukan
terhadap kelompok orang negro dan kelompok orang kulit putih yang kurang lebih
sama latar belakang pendidikan dan sosial ekonominya.
2. Metode Spesifik
Metode spesifik dibagi menjadi dua
macam, yaitu metode eksperimental dan metode non eksperimental.
2.1
Metode Eksperimental
Metode eksperimental dapat
dibedakan antara eksperimen murni dan eksperimen lapangan. Perbedaan antara
eksperimen murni dengan eksperimen lapangan adalah ada dalam tingkat
kemungkinannya dalam mengerti hubungan antara faktor- faktor tertentu dengan
gejala perkembangan.
Eksperimen murni maka kontrol
terhadap situasi lebih dapat dilakukan dengan baik, dengan demikian hubungan
antara suatu variabel dengan suatu gejala perkembangan lebih dapat ditentukan.
Eksperimen lapangan bertitik tolak
dari kehidupan nyata, dalam hal ini seringkali hubungan antara suatu variabel
dengan suatu gejala perkembangan kurang dapat dilihat dengan pasti.
Seringkali eksperimen dilakukan
dalam situasi yang lebih bebas, misalnya membandingkan anak dari berbagai kelas
sekolah. Penelitian ini lebih dapat disebut eksperimen lapangan karena sangat
sulit membuat kelas tersebut sama dalam semua hal. Mungkin persamaan dapat di
capai dalam umur atau lokasi sekolah. Misalnya kota atau desa , lingkungan buruh
atau cendekiawan , tetapi ada hsatu hal yang berbeda , yaitu mutu sekolah
tetsebut, atau buku pelajaran yang dipakai. Hal eksperimen lapangan yang
dilakukan dalam keadaan semacam itu kurang sesuai untuk pengajuan sutu
hipotesis. Sifat penelitian seperti itu tetap eksploratif bukan menguji,
artinya banyak merupakan suatu kecenderungan saja yang harus di uji dalam
penelitian lebih lanjut.
Memang seringkali seorang psikolog
perkembangan harus menerima suatu hasil penelitian yang bersifat eksploratif
seperti itu. Dengan menggunakan metode yang lain daripada eksperimen kadang-
kadang dapat ditemukan hasil yang searah, dengan begitu maka hasil penelitian
tersebut dapat lebih dipercaya.
2.2 Metode Non Eksperimental
Metode klinis berbeda dengan
metode eksperimental, tidak hanya dalam hal kecermatan cara mengadakan
registrasi yaitu dalam hal pengumpulan dan pencatatan data,
melainkan terutama dalam hal
representativitas
sampel. Pemilihan kelompok cukup dilakukan penelitian terhadap beberapa kasus
saja misalnya terhadap anak-anak tingkatan umut tertentu
yang secara berturut-turut
atau bersamaan waktu diobservasi oleh beberapa pengamat. Alat yang dipakai
adalah berbagai macam tes atau pemberian tugas-tugas tertentu. Misalnya Piaget
menyuruh anak-anak dari berbagai tingkatan usia membuat cacing-cacingan dari
pada bola-bola was. Anak 4 tahun akan mengira bahwa cacing-cacingan tadi
mengandung was yang lebih banyak dari bola-bola was yang semula. Anak umur 8
tahun tidak akan membuat kesalahan itu lagi. Mereka sudah mengerti hukum konservasi mengenai banyaknya barang sesuatu,
yaitu bahwa banyaknya barang
sesuatu itu tetap sama meskipun ada perubahan bentuk. Apa yang diketemukan pada
anak-anak yang sedang diteliti namun belum tentu berlaku bagi semua anak dari
tingkatan umur yang sama.
Disamping
itu juga masih ada berbagai metode observasi lain yang digunakan dalam
psikologi perkembangan misalnya metode survei yang meneliti beberapa sampel dari populasi yang
besar. Caranya dapat menggunakan teknik wawancara atau angket. Berhubung dalam hal
tersebut tidak ada hipotesis yang dapat diuji berdasarkan manipulasi variabel tertentu, maka cara ini dapat disebut penelitian ex post
facto yaitu adanya hubungan ditentukan sesudah penelitian dilakukan. Metode
angket ini makin berarti bagi penelitian ilmu-ilmu sosial. Disini masih dibedakan,seperti halnya pada metode
observasi yang lain, antara observasi sendiri dengan observasi yang lain.
Misalnya data mengenai tingkah laku sosial anak dan remaja dapat ditanyakan pada yang bersangkutan
atau orang lain misalnya orang tua atau tetangga.
Suatu
daftar pertanyaan berisi suatu kumpulan pertanyaan mengenai suatu persoalan
yang konkrit. Pertanyaan dapat bersifat bebas atau tertutup misalnya dengan
menggunakan apa yang disebut skala. Dalam hal yang terakhir ini pertanyan
sering dibuat dalam bentuk pernyataan, jawaban berwujud setuju atau tidak setuju. Dalam daftar pertanyaan
tadi juga dapat ditanyakan mengenai pribadi orang tua. Dalam hubungan itu
banyak data psikologi perkembangan dapat diperoleh sehubungan dengan keadaan
dan sikap orang tua pada berbagai tingkatan usia.
Suatu
perbedaan antara pengumpulan data melalui metode klinis dan pengumpulan data
melalui angket ialah bahwa metode klinis dapat memberikan informasi mengenai
tingkah laku, sedangkan angket mengadakan pencatatan mengenai
pemberitaan tingkah laku. Pada angket sering terungkap keinginan tertentu yang
tidak sesuai dengan kenyataan.
Metode
angket dapat dipakai piula untuk menguji suatu hipotesis,
misalnya ada hipotesis bahwa
orang di usia antara 15-25 tahun lebih bersikap toleran terhadap kenakalan anak dibanding dengan orang usia antara 35-45 tahun.
Berbagai
metode yang dikemukakan diats sebetulnya bukan metode khusus untuk psikologi perkembangan,
namun sering dipakai dalam cabang
ilmu tersebut, karena arti perkembangan berhubungan dengan perjalanan
hidup seseorang, maka semua data yang diperoleh dari pencatatan
perjalanan hidup orang itu dapat dipandang sebagai materi penelitian dalam
psikologi perkembangan. Pendekatan yang terpenting disini adalah metode longitudinal.
Metode longitudinal ini dapat dikombinasi dengan data pencatatan
dokomen, karangan, atau pencatatan tingkah laku khusus. Dalam hal ini
metode tadi disebut metode biografis yang dapat menggunakan buku harian,
surat,
karangan
dan sebagainya,
yang akhirnya juga dapat
bersifat autobiografis (observasi diri,
laporan diri).
Penelitian
mengenai karangan mengandung keuntungan yaitu bahwa ada dorongan bagi anak-anak
muda untuk memformulasikan gagasan mereka mengenai salah satu masalah. Dengan
memberikan sedikit struktur dalam tugasnyadapat diketahui bagaimana cara anak
muda tadi memberikan pendapat mereka mengenai suatu problematic,
misalnya pandangan mereka mengenai masa depan. Cara ini membutuhkan
kemampuan verbal seseorang
hingga dengan sendirinya tidak sesuai untuk anak-anak kecil.
Disamping itu dapat pula digunakan berbagai macam tes
yang mengkonfrontasikan orang coba dengan system nilai mereka sendiri. Bila hal ini dilakuakn
secara periodic dapatlah diketahui mengenai perubahan yang ada selama jangka
waktu tertentu. Dalam hal ini dapat digunakan tes konfrontasi Hermans yang juga
dilakukan oleh Monks dan Heusinkveld.
BAB III
PENUTUP
Dari
sedikit penjelasan tentang metode psikologi perkembangan yang ada dalam makalah
singkat ini dapat diambil kesimpulan bahwasanya dalam psikologi perkembangan
ternyata memiliki metode psikologi perkembangan yamg mana metodenya dibagi
menjadi dua macam yaitu pendekatan yang umum dan metode spesifik, kemudian
kedua metode tersebut masing- masing terbagi menjadi dua bagian, adalah sebagai
berikut:
No
|
Pendekatan
yang umum
|
Metode
spesifik
|
1
|
Metode Longitudinal vs. Transversal
|
Metode
Eksperimental
|
2
|
Pendekatan Lintas – Budaya
|
Metode Non Eksperimental
|
Sekian pnjelasan makalah sinngkat
ini kami sampaikan. Dengan mengetahui akan penjelasan dan pembagian dari metode
tersebut , di harapkan semoga makalah singkat ini dapat bermanfa’at bagi kita
semua.
sumber: psikologi perkembangan : pengantar berbagai
bagiannya , F.J Monks, A.M.P. Knoers , Siti Rahayu haditono cet 14 Yogyakarta :
gadjah mada university Press, 2002.
Post a Comment for "METODE PSIKOLOGI PERKEMBANGAN"