ESTETIKA ISLAM
ESTETIKA ISLAM
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Aksiologi
adalah filsafat nilai. Aspek nilai berkaitan dengan kategori: (1) baik dan
buruk; (2) indah dan buruk/jelek. Kategori nilai yang pertama di bawah kajian
filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek
kajian filsafat keindahan atau estetika.
Estetika
disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal
dari kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat
dicerap dengan indera atau cerapan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan
dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indah
atau tidak indah.
Kehadiran
sesuatu yang indah dalam hidup seseorang, menjadikan perjalanan hidupnya
menjadi harmonis, ada rasa nikmat yang memuaskan hatinya, ada sesuatu makna
hidup dan perasaan haru yang mendalam, yang membawa hidupnya penuh semangat dan
harapan hidup, sehingga kehidupannya tetap bertahan secara kreatif tanpa
kekalutan dan frustasi. Sebaliknya sesuatu yang buruk dalam diri seseorang bisa
membawa kekalutan dan frustasi dalam hidupnya.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan lataar belakang tersebut
maka dapat penulis rumuskan permasalahan dalam pembahasan ini sebagai berikut:
1.
Apakah keindahan itu,
2.
Adakah objek dan subjek
keindahan itu,
3.
Adakah hubungan seni dan agama,
C. Tujuan Pembahasan
Pembahasan ini bertujuan:
1.
Memahami makna keindahan
2.
Memahami objek dan subjek
keindahan
3.
Memahami hubungan seni dan
agama
II.
PEMBAHASAN
A. Keindahan sebagai Pengalaman Batin
Filsafat
keindahan merupakan teori tentang nilai-nilai. Dengan kata lain keindahan
adalah kebenaran, yaitu pernyataan tentang ideal, simbol, kesempurnaan, Tuhan,
serta manivestasi indriawi dari sesuatu yang baik. Apresiasi keindahan dan
perwujudannya dalam seni merupakan aktifitas-aktifitas yang termasuk kehidupan
yang menyenangkan. Nilai-nilai yang terkait dengan keindahan berangkat dari
keadaan positif, sedangkan nilai-nilai moral berangkat dari keadaan yang
negative.
Sesuatu
yang indah adalah sesuatu yang didalamnya terdapat nilai-nilai keindahan,
seperti indahnya panorama pegunungan, bahkan pada seorang dara yang cantik,
meskipun bisa saja karena seseorang dalam suasana batin yang sakit, yang
mebuatnya tidak bisa melihat dan merasakan adanya kindahan itu, akan tetapi secara objektif
keindahan itu tetap ada didalamnya. Keadaan seseorang yang sedang sakit bisa
saja menghalanginya untuk dapat melihat dan menikmati keindahan, sehingga
keindahan itu pada dasarnya tetap ada dan objektif, meskipun penyerapan dan
penikamatannya bersifat subjektif.
Pada
hakikatnya pengalaman keindahan itu pasti pernah dialami seseorang dalam
hidupnya, meskipun kadang kadar dan intensitas serta kualitasnya berbeda antara
yang satu dengan yang lainnya. Bahkan pengalaman keindahan itu bisa disebut
kodrat dan bawaan hidup manusia yang memungkinkan ia bisa mengenal keindahan
secara langsung.
Pengalaman
estetik itu berpusat didalam perasaan halus seseorang dan sifatnya
menggetarkan, dan proses getaran itu sesungguhnya terjadi secara langsung
ketika seseorang mengamati atau mendengarkan objek yang bernilai estetik.
Pengalaman estetik dapat menggugah dan
meyegarkan jiwa seseorang, dan membawanya untuk memasuki situasi makna. Pada
tataran makna ini, pengalaman estetik
seseorang sesungguhnya bersentuhan dengan kesadaran inteltualnya, yang
dapat mengembangkan pengalaman estetiknya pada pengembangan pemikiran
imajinatifnya.
Dalam
konsep filsafat Islam, pengalaman estetik yang berdimensi spiritual pada
dasarnya merupakan basis pemikiran imajinatif, dimana seseorang menyatu dalam
nuansa kejiwaan memasuki kesadaran Ilahiyah. Seperti gambaran tentang sorga
dengan segala ilustrasi simboliknya, sesungguhnya dapat dimengerti dan diserap
melalui pemikiran imajinatif spiritualnya. Berikut perintah Al Quran untuk
memperhatikan keindahan (QS,88:17-20)
xsùr& tbrãÝàYt n<Î) È@Î/M}$# y#ø2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#ø2 ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx. ôMysÏÜß ÇËÉÈ
17. Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta
bagaimana dia diciptakan,
18. Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan?
19. Dan
gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
20. Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan?
B.
Keindahan Natural dan Keindahan Artifisial
Keindahan alam seisinya bersifat
natural, sedangkan keindahan karya seni bersifat artifisial. Keindahan natural
langsung dapat diserap dan dihayati secara langsung, sedangkan keindahan artifisial
sering kali tidak dapat diserap dan dimengerti secara langsung.
Keindahan alam (natural) pada hakikatnya
merupakan cerminan dari cahaya Ilahi. Dalam Hadists disebutkan bahwa Tuhan Maha
Indah dan menyukai keindahan. Penghayatan dan penjiwaan keindahan alam membawa
munculnya kesadaran atas keindahan transcendental, yang membuat pribadi seseorang
merasakan adanya kelembutan dan keharuan yang membuat kehalusan jiwa yang
membentuk hidup penuh harmoni melalui penyelarasan terhadap alam.
Sedang keindahan artifisial hanya dapat
dimengerti oleh seseorang melalui proses keterlibatan perasaan dan penalarannya
terhadap proses dan hasil karya seni itu. Keindahan artificial pada umumnya
memberikan rasa nikmat dan kesadaran atas makna yang terkandung dalam karya
seni itu. Keindahan artificial atau karya seni pada dasarnya merupakan turunan
dan tiruan dari keindahan alam semesta. Pengungkapan emosi kreatif yang
berdimensi spiritual menjadikan sebuah karya seni seakan hidup, bermakna dan
nikmat bagi seseorang yang mampu memahami dan menyerapnya. Dalam konsep
filsafat Islam, karya seni yang demikian pada hakikatnya dapat dipandang
sebagai bentuk perwujudan rasa syukur kepada Tuhan. Al Quran (25:61-63)
menyatakan:
x8u$t6s? Ï%©!$# @yèy_ Îû Ïä!$yJ¡¡9$# %[`rãç/ @yèy_ur $pkÏù %[`ºuÅ #\yJs%ur #ZÏYB ÇÏÊÈ uqèdur Ï%©!$# @yèy_ @ø©9$# u$yg¨Y9$#ur Zpxÿù=Åz ô`yJÏj9 y#ur& br& t2¤t ÷rr& y#ur& #Yqà6ä© ÇÏËÈ ß$t7Ïãur Ç`»uH÷q§9$# úïÏ%©!$# tbqà±ôJt n?tã ÇÚöF{$# $ZRöqyd #sÎ)ur ãNßgt6sÛ%s{ cqè=Îg»yfø9$# (#qä9$s% $VJ»n=y ÇÏÌÈ
61. Maha Suci Allah yang menjadikan di langit
gugusan-gugusan bintang dan dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang
bercahaya.
62. Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan
siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang
ingin bersyukur.
63. Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu
(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan.
C. Keindahan dan
Pembebasan
Pengalaman estetik pada tahap spiritual,
pada hakikatnya proses pembebasan dan peneguhan kemanusiaan. Pembebasan dari
tekanan dorongan-dorongan darah dan daging tubuhnya yang cenderung mengabdi
kepada kepuasan fisik saja. Pengalaman estetik spiritual membuat seseorang
larut, lebur dan fana pada universalisme kebenaran. Ia mengalami pengalaman
ekstase spiritual, dan ketika ia kembali pada realitas kehidupan masyarakat,
penegasan keberpihakannya semakin kuat dan bahkan melibatkan diri secara total
di dalamnya.
Pengalaman estetik spiritual akan dapat
melahirkan suasana religiusitas yang mendalam, yang pada gilirannya memberi
andil yang sangat besar bagi pencegahan gangguan keseimbangan social, ekonomi,
politik dan budaya masyarakat, terutama dalam menghadapi arus perubahan dan
transformasi sosial yang kompleks.
D. Seni dan Agama
Dalam pengalaman keagamaan seseorang
dalam suatu masyarakat, seringkali terdapat fenomena di mana proses dan tahap
keberagamaan terputus, terhenti dan mentok pada suatu dataran pengalaman keagamaan
saja, misalnya terhenti pada dataran yang formal, institusional atau pada ritus
saja. Akibatnya pengalaman keagamaan menjadi kering, karena terbentuk dan
dibatasi oleh formalisme keagamaan yang kaku dan sempit, sehingga menghalangi
pengalaman keagamaan seseorang untuk meloncat dan memasuki pengalaman keagamaan
yang substansial dan spiritual sifatnya.
Demikian juga halnya dengan institusi
sosial keagamaan, sering kali membawa kepada pemahaman masyarakat, terutama
kalangan awamnya, yang beranggapan bahwa institusi sosial keagamaan adalah
agama itu sendiri, dan celakanya karena dipandang sebagai agama, maka
kebenarannya bersifat mutlak dan keberadaannya menurut adanya kepatuhan total
kepada institusi sosial keagamaan itu. Akibatnya institusi sosial keagamaan itu
menjadi kaku, statis dan otoriter yang kurang bijak menghadapi perbedaan faham
keagmaan dan cenderung melawan perubahan, apa lagi di bawah kekuasaan
kepentingan ekonomi dan politik tertentu.
Pendekatan filsafat Islam menekankan
pada dimensi batin kehidupan agama, yang mengambil bentuk pengalaman estetika
keagamaan yang sifatnya spiritual, dapat menjadi alternative pemecahan masalah,
dengan melakukan dialog iman melalui seni dan agama, sehingga pluralisme agama
dapat diterima sebagai suatu realitas kodrati, yang menjadi kehendak Tuhan.
Dalam konsep filsafat Islam, hakikat
pengalaman estetik (seni) dan pengalaman keagamaan pada dimensi spiritualnya
sesungguhnya bersifat tunggal, dan tidak berlawanan, bahkan saling memperkaya
kehidupan rohani seseorang. Antara agama dan seni tidak bertentangan. Keduanya mampu
mentransendir cahaya keindahan Ilahi yang merupakan tanda-tanda kebesaran-Nya.
III. PENUTUP
Keindah adalah sesuatu yang didalamnya
terdapat nilai-nilai keindahan. Pada hakikatnya setiap orang memiliki
pengalaman keindahan dalam hidupnya, meskipun kadang kadar dan intensitas serta
kualitasnya berbeda-beda. Penghayatan dan penjiwaan keindahan (natural dan
partisial) membawa munculnya kesadaran atas keindahan transcendental, yang
membuat pribadi seseorang merasakan adanya kelembutan dan keharuan yang membuat
kehalusan jiwa yang membentuk hidup penuh harmoni. Konsep filsafat Islam,
hakikat pengalaman estetik (seni) dan pengalaman keagamaan pada dimensi
spiritualnya sesungguhnya bersifat tunggal, dan tidak berlawanan, bahkan saling
memperkaya kehidupan rohani seseorang.
Post a Comment for "ESTETIKA ISLAM"