Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

OBAT TRADISIONAL MASUK ANGIN

Menggapai Bulan, Siti Patayat



Perspektif Islam Terhadap Waria (3)
Berikut tulisan bagian terakhir (bagian ke-3) dari judul: Perspektif Islam Terhadap Waria.
A.  Bagaimana Sikap Kita Terhadap Waria
Dalam menyikapi atau memperlakukan khuntsa ghoiru musykil (waria yang mudah dikenal jenis kelaminnya)—baik melalui tanda-tandanya setelah baligh / dewasa dengan melihat perubahan pada organ-organ tubuhnya atau pada tempat keluar air seninya apabila ia masih anak-anak—maka apabila yang dominan dan tampak dalam dirinya adalah tanda-tanda laki-lakinya maka diberikan hukum laki-laki kepadanya baik dalam pemandiannya saat meninggal, saff shalatnya maupun warisannya. Begitu pula apabila yang tampak dan dominan dalam diri seorang khuntsa ghoiru musykil adalah tanda-tanda wanitanya maka diberikan hukum wanita terhadap dirinya.
Adapun terhadap khuntsa musykil (waria yang sulit dikenali jenis kelaminnya) maka Imam al Kasani mengatakan,”Jika dia meninggal dunia maka tidak halal bagi kaum laki-laki untuk memandikannya karena adanya kemungkinan dia seorang wanita dan tidak dihalalkan bagi kaum wanita untuk memandikannya karena adanya kemungkinan dia seorang laki-laki akan tetapi cukup ditayamumkan. Orang mentayamumkannya bisa laki-laki atau wanita, jika yang mentayamumkannya adalah dari kalangan mahramnya maka bisa dengan tanpa menggunakan kain namun apabila bukan dari mahramnya maka menggunakan kain serta menutup pandangannya dari tangannya (siku hingga ujung jarinya).
Adapun berdirinya di dalam saff shalat maka hendaklah dia berdiri setelah saff kaum laki-laki dan anak-anak sebelum saff kaum wanita. Dia tidak diperbolehkan mengimami kaum laki-laki dikarenakan adanya kemungkinan dia seorang wanita akan tetapi dia boleh mengimami kaum wanita. (Bada’iush Shona’i juz XVII hal 127 – 129)
B.  Waria Pada Masa Rasulullah
Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwasanya Nabi saw sedang berada di rumah Ummu Salamah—di rumah itu sedang ada seorang waria—Waria itu berkata kepada saudara laki-laki Ummu Salamah, Abdullah bin Abi Umayah, ’Jika Allah membukakan buat kalian Thaif besok, maka aku akan tunjukkan kepadamu anak perempuan ghoilan, ia seorang yang memiliki perut yang langsing. Maka Nabi saw pun bersabda,’Janganlah orang ini memasuki (tempat-tempat) kalian.”(HR Bukhori)
Al Hafizh menyebutkan apa yang diriwayatkan al Jurjani dalam tarikh-nya dari jalan az Zuhri dari Ali bin al Husein bin Ali berkata,”Pernah ada seorang waria memasuki rumah istri-istri Nabi dan orang itu bernama Hit.” Dikeluarkan oleh Abu Ya’la, Abu Awanah dan Ibnu Hiban seluruhnya dari jalan Yunus dari azZuhri dari Urwah dari Aisyah bahwa Hit lah yang memasukinya.” (Fathul Bari juz IX hal 396)

C.  Penutup
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Dalam Islam, tidak mengenal jenis kelamin waria ( wanita-pria).
2.    Seseorang yang memiliki dua kelamin, ditentukan oleh cara buang air seni yang dominan. Alat kelamin yang dominan mengeluarkan air seni itulah menentukan jenis kelamin seseorang, dan alat kelamin yang paling dulu mengeluarkan air seni, itulah jenis kelaminnya.
3.    Rasulullah saw melaknat laki-laki yang berperangai perempuan dan orang perempuan yang berperangai laki-laki.
4.    Jenis kelamin hanya dua, yaitu laki-laki dan perempuan.

SUMBER BACAAN
http://id.wikipedia.org/wiki/Waria, diakses, 25 Februaru 2012
Liputan 6, 27/06/05, diakses, 25 Februaru 2012
 

Post a Comment for "OBAT TRADISIONAL MASUK ANGIN"